Silahturahmi 2
Sumber: MQ Biz
Pada postingan pertama disebutkan, keuntungan mengikuti MLM itu ada lima, masing-masing amal shaleh, membangun nama baik, menambah ilmu, pengalaman & wawasan, membangun relasi atau silahturahmi, serta tidak sekadar mendapatkan manfaat bagi diri sendiri, melainkan bagi banyak orang dan memuaskan orang lain.
Ternyata, dari lima alat ukur itu, semua terakomodir dalam bisnis MLM. Misalnya, keuntungan membangun relasi dan silaturahmi, merupakan hal pokok dalam bisnis MLM. Sebab, bisnis MLM dibangun atas dasar dua prinsip, yakni menjual dan mensponsori orang lain ke dalam bisnis ini. Kedua hal tersebut, hanya dapat lewat silaturahmi (dalam MLM disebut home sharing). Dalam silaturahmi itu, pelaku bisnis ini mempresentasikan keunggulan produk maupun peluang bisnisnya untuk menjadi jutawan.
Silaturahmi dalam bisnis MLM dianjurkan dari orang-orang terdekat dahulu, seperti anggota keluarga dan sahabat. Kepada merekalah, kunjungan dilakukan untuk memperkenalkan bisnis ini. Lalu, dilanjutkan dalam aspek yang lebih luas, tetangga, relasi, maupun kenalan-kenalan baru.
Lagi-lagi dalam perspektif Islam, silaturahmi dan menjual, juga dianjurkan. Silaturahmi dalam hadist nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari, “Barangsiapa yang ingin murah rezekinya dan panjang umurnya maka hendaklah ia mempererat hubungan silaturahmi”. Begitu pula saat ditanya oleh sahabatnya tentang usaha yang terbaik, Rasullah menjawab: kerja dengan seseorang dan semua jual beli yang mabrur.
Kebetulan, sebelum diangkat menjadi rasul, profesi nabi adalah berdagang yang dilakukannya sejak usia 12 tahun. Dalam berdagang, nabi dikenal jujur, sehingga dijuluki Al Amin (orang yang daoat dipercaya). Kejujuran nabi dalam berdagang –samapai ke negeri Sjam (Mesir)– membuat investornya konglomerat Siti Khadijah, jatuh cinta. Keduanya menikah dalam usia yang terpaut jauh: Siti Khadijah berusia 40 tahun, sedang nabi 25 tahun.
Setelah berhasil mensponsori, maka peran upline selaku “orang tua” kepada downline-pun dilakukan. Layaknya orang tua, upline memberikan pengarahan, bimbingan dan mengajarkan tentang seluk beluk bisnis ini. Ataupun mengikuti training dan pelatihan yang dilakukan perusahaan maupun para leader, yang dalam Islam, dikenal Taushyiah (saling berbuat kebaikan)
Dalam kegiatan ini, menurut Aa Gym, bisa dipetik keuntungan, yakni menambah ilmu, pengetahuan dan wawasan. Katanya, jika punya banyak uang, tapi tidak berilmu, sebentar saja uang itu bisa hangus. Tidak sedikit orang punya uang, tetapi tidak memiliki banyak pengalaman, sehingga mereka mudah tertipu. “Sebaliknya, misalkan uang kita habis dirampok, kalau kita memiliki ilmu, kita bisa mencarinya lagi dengan mudah,” demikian Aa Gym sebagaimana dituliskannya di surat kabar.
Jakarta, April 30
Sumber: MQ Biz
Pada postingan pertama disebutkan, keuntungan mengikuti MLM itu ada lima, masing-masing amal shaleh, membangun nama baik, menambah ilmu, pengalaman & wawasan, membangun relasi atau silahturahmi, serta tidak sekadar mendapatkan manfaat bagi diri sendiri, melainkan bagi banyak orang dan memuaskan orang lain.
Ternyata, dari lima alat ukur itu, semua terakomodir dalam bisnis MLM. Misalnya, keuntungan membangun relasi dan silaturahmi, merupakan hal pokok dalam bisnis MLM. Sebab, bisnis MLM dibangun atas dasar dua prinsip, yakni menjual dan mensponsori orang lain ke dalam bisnis ini. Kedua hal tersebut, hanya dapat lewat silaturahmi (dalam MLM disebut home sharing). Dalam silaturahmi itu, pelaku bisnis ini mempresentasikan keunggulan produk maupun peluang bisnisnya untuk menjadi jutawan.
Silaturahmi dalam bisnis MLM dianjurkan dari orang-orang terdekat dahulu, seperti anggota keluarga dan sahabat. Kepada merekalah, kunjungan dilakukan untuk memperkenalkan bisnis ini. Lalu, dilanjutkan dalam aspek yang lebih luas, tetangga, relasi, maupun kenalan-kenalan baru.
Lagi-lagi dalam perspektif Islam, silaturahmi dan menjual, juga dianjurkan. Silaturahmi dalam hadist nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari, “Barangsiapa yang ingin murah rezekinya dan panjang umurnya maka hendaklah ia mempererat hubungan silaturahmi”. Begitu pula saat ditanya oleh sahabatnya tentang usaha yang terbaik, Rasullah menjawab: kerja dengan seseorang dan semua jual beli yang mabrur.
Kebetulan, sebelum diangkat menjadi rasul, profesi nabi adalah berdagang yang dilakukannya sejak usia 12 tahun. Dalam berdagang, nabi dikenal jujur, sehingga dijuluki Al Amin (orang yang daoat dipercaya). Kejujuran nabi dalam berdagang –samapai ke negeri Sjam (Mesir)– membuat investornya konglomerat Siti Khadijah, jatuh cinta. Keduanya menikah dalam usia yang terpaut jauh: Siti Khadijah berusia 40 tahun, sedang nabi 25 tahun.
Setelah berhasil mensponsori, maka peran upline selaku “orang tua” kepada downline-pun dilakukan. Layaknya orang tua, upline memberikan pengarahan, bimbingan dan mengajarkan tentang seluk beluk bisnis ini. Ataupun mengikuti training dan pelatihan yang dilakukan perusahaan maupun para leader, yang dalam Islam, dikenal Taushyiah (saling berbuat kebaikan)
Dalam kegiatan ini, menurut Aa Gym, bisa dipetik keuntungan, yakni menambah ilmu, pengetahuan dan wawasan. Katanya, jika punya banyak uang, tapi tidak berilmu, sebentar saja uang itu bisa hangus. Tidak sedikit orang punya uang, tetapi tidak memiliki banyak pengalaman, sehingga mereka mudah tertipu. “Sebaliknya, misalkan uang kita habis dirampok, kalau kita memiliki ilmu, kita bisa mencarinya lagi dengan mudah,” demikian Aa Gym sebagaimana dituliskannya di surat kabar.
Jakarta, April 30
0 Comments:
Post a Comment
<< Home