Monday, May 03, 2004

Kendala

Sumber: Milis CNI Bisa

Anda seorang upline atau leader? Hendaknya anda tajam mencium kendala-kendala yang dihadapi downline dalam bisnis ini. Apa saja kendala-kendala itu ?

Dibanding bisnis lainnya, mungkin cuma MLM yang sarat dengan proses pembelajaran. Di bisnis ini, lewat training yang digelar perusahaan maupun leader, seorang distributor digojlok untuk menjadi entrepreneur (wirausahawan) sejati. Ia dilatih siap pakai menghadapi penolakan dan kegagalan dalam menjual maupun mengajak propsek bergabung untuk mengubah hidup.

Karena itu, pakar kebebasan finansial Robert T. Koyosaki lebih mengedepankan soal pelatihan (training), ketimbang soal produk dan marketing plan, meski peran keduanya tidak dapat diabaikan. Dalam training, distributor langsung "dibenturkan" pada praktik-praktik kehidupan nyata. Misalnya, melakukan kesalahan, menghadapi ketakutan dengan bertindak, belajar dari kesalahan, memperbaiki dan mengulangi prosesnya.

Menurut Koyosaki, sebagai sekolah kehidupan yang nyata, perusahaan MLM yang rancangan pendidikannya bagus dapat menjadi program pengembangan pribadi jangka pendek terbaik. Perusahaan itu akan memegang tangan anggotanya, menuntun ke arah kehidupan yang melampaui ketakutan dan kegagalan. Dalam bisnis MLM, lazimnya proses pembelajaran dilakukan sedikitnya satu tahun. Selama itu pula, pelaku bisnis ini "dicekoki" tentang kesuksesan, prinsip leadership (kepemimpinan), keahlian manajemen, membangun kerja sama tim dan sebagainya. Dengan bekal semua itu, diharapkan pelaku bisnis MLM dapat menjadi pengusaha jaringan yang mampu menduplikasikan dirinya kepada segenap downline di jaringannya. Selain itu, dia juga dapat "mencium" kendala-kendala yang dihadapi setiap downlinenya.

Kendala yang biasa dialami misalnya, downline tidak aktif atau keluar dari bisnis MLM. Padahal, anda merekrutnya begitu semangat, memberikan motivasi hingga mengajaknya mengikuti training. Soal ini pasti dialami oleh setiap upline maupun sponsor, khususnya pada bulan pertama menggeluti bisnis ini. Lantas apa solusinya?

Satu satu jalan adalah memberikan waktu dan bantuan kepada mereka secara total, tanpa harus merugikan anda. Namun perlu diingat, meski bantuan diberikan, tidak menjamin mereka tetap bertahan di bisnis ini. Lebi-lebih bagi mereka yang tidak mendapat dukungan dari upline maupun sponsor.

Berikutnya, menyia-nyiakan waktu. Banyak orang yang memiliki waktu luang banyak tidak mempergunakannya secara optimal. Mereka membiarkan waktu terbuang percuma. Padahal begitu banyak waktu yang anda luangkan buat mereka, dan mengarahkan segala kemampuan yang anda
miliki. Misalnya, memberikan pemahaman tentang bisnis ini, membawanya mengikuti training-training atau mendengarkan cerita sukses orang lain. Lalu, tiba gilirannya anda meminta mereka membuat suatu keputusan. Sayang, jawaban yang sering muncul adalah NO alias TIDAK, bukan YES atau YA.

Kurangnya modal juga sering dijadikan kendala. Prospek, ataupun downline tidak melakukan pembelian produk, baik untuk mengonsumsinya sendiri maupun menjual kembali pada konsumen. Alasannya, modal kurang atau harganya kelewat mahal. Bisa juga, kurangnya modal itu diakibatkan salah dalam menjalankan bisnis ini. Mereka terobsesi membangun jaringan dengan cepat. Padahal, proses tersebut tidaklah berlangsung instan, melainkan memakan waktu lama. Jadi, kocek yang dikeluarkan dalam perjalanan menemui prospek maupun menghubungi lewat telepon, cukup besar.

Makanya, cobalah melakukan penjualan agar diperoleh keuntungan eceran (keuntungan langsung). Dari keuntungan itu, perputaran arus barang dapat berlangsung dengan cepat, sehingga perolehan poin pun bertambah pesat. Ingat, membangun tim itu lebih sulit ketimbang menjual. Mereka yang punya stok produk besar, belum tentu seorang yang mampu membangun suatu tim,walaupun sukses dengan penjualan. Tapi, saat mereka mencontoh anda dengan pengalaman yang sedikit, tapi tidak menemukan kesuksesan, mereka akan berhenti. Lalu, mengembalikan semua stok produk demi meminimalkan biaya yang dikeluarkan.

Ketika menjual dan menawarkan peluang bisnis itu tentu tidak selamanya berjalan mulus. Tidak semua orang menyatakan antusias, banyak di antaranya menolak. Jika anda gagal mengatasi penolakan dan kegagalan, akan memunculkan depresi saat segala sesuatunya salah. Jadi, solusinya adalah jadilah seorang optimis sejati. Ingatlah, MLM itu permainan angka. Lanjutkan penjualan dan mensponsori sebanyak mungkin, sehingga sukses dapat diraih. Dan orang yang gagal itu adalah orang yang menyerah sebelum perang.

Walaupun bisnis ini banyak mencetak jutawan dari berbagai lapisan sosial, namun kepercayaan mayarakat terhadap industri ini masih minim. Selain itu kemungkinan diakibatkan banyaknya bisnis berkedok MLM tapi merugikan banyak orang, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan terhadap bisnis MLM sejati. Mereka selalu diluputi pikiran negatif terhadap bisnis ini, sehingga menjadi "PR" bagi pelaku bisnis ini untuk membersihkannya. Jadi, kepada mereka, janganlah menyebut nilai nominal yang diperoleh di MLM, sebab mereka tidak bakalan percaya. Mereka akan mengatakan tidak mungkin, seraya menyebutkan beberapa orang yang gagal.

Jika anda terpengaruh, maka anda akan melupakan kekuatan dari bisnis ini, lalu berhenti di tengah jalan. Bukan mustahil, kondisi semacam ini juga menjalar pada downline di jaringan anda, yang tentunya akan menunda dan merampok sukses yang anda rintis. Tapi ingatlah, segala sesuatu yang sumbang yang mereka lontarkan tidak sebanding dengan peluang dan kesempatan yang dihasilkan dari bisnis ini: menjadi jutawan. Jadi tetaplah menumbuhkembangkan pikiran positif terhadap MLM.

Jakarta, May 4

0 Comments:

Post a Comment

<< Home