Pablo dan Bruno
Sumber: MLM Indonesia
Burke Hedges dalam bukunya, The Parable of the Pipeline mengisahkan, tahun 1801 di sebuah desa kecil di Italia ada dua saudara sepupu, PABLO dan BRUNO. Keduanya sangat ambisius, pekerja keras dan ingin menjadi orang terkaya di desanya.
Pada satu kesempatan, kepala desa menugaskan mereka untuk memindahkan air dari sungai ke penampungan air di tengah desa. Mereka masing-masing diberi sebuah ember dan dibayar berdasarkan jumlah ember air yang mereka bawa tiap harinya.
Singkat cerita, mereka bekerja dan menikmati hasilnya. Mereka bisa membeli pondok dan keledai sendiri. Bruno merasa cita-citanya mulai terwujud, namun Pablo tidak merasa demikian. Kenapa? Pablo merasa, punggungnya terasa nyeri dan telapak tangannya lecet akibat beban air ember tadi.
Kendati mereka bisa beristirahat setiap Sabtu dan Minggu, setiap pagi mereka merasa stres. Pasalnya, esoknya mereka harus mengangkuti air dengan ember lagi. Pablo akhirnya mencari akal, bagaimana caranya memindahkan air dengan lebih efektif dan efisien.
Akhirnya Pablo mendapat ide. Ia harus membangun saluran pipa dari sungai ke desanya. Ia lalu menceritakan idenya itu kepada Bruno. Tapi apa jawab Bruno? Ia menolaknya mentah-mentah, sebab Bruno merasa sudah nyaman dengan kondisinya sekarang. Selain upahnya besar dan punya pondok serta keledai sendiri, ia setiap malam bisa beristirahat. Setiap akhir pekan bisa berlibur ke pantai, ke gunung, ke perkumpulan olahraga, bahkan ke kedai kopi langganannya bersama teman-temannya.
Pablo akhirnya merealisasikan idenya sendirian. Pagi hingga sore ia mengangkut air dengan ember seperti biasanya. Malam hari ia membangun saluran pipa. Sedangkan Bruno dan teman-temannya malah mengejek Pablo. Tapi Pablo tak ambil pusing.
Apa yang bisa dipetik dari cerita ini? Pablo punya visi jauh ke depan, karena tidak selamanya dia kuat mengangkut ember air. Sementara Bruno, meskipun sudah kaya, tetapi tubuhnya semakin bungkuk dan melemah, seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, semakin banyak orang lain yang turut mengangkut air dengan ember bahkan dengan ember, bahkan ada yang menggunakan ember yang lebih besar.
Meskipun mulai sakit-sakitan dan menua, Bruno sadar betul bahwa dia tidak bisa berhenti mengangkut ember air karena upahnya akan hilang.
Setelah lima tahun berlalu, saluran-saluran pipa Pablo pun rampung. Ia mulai menikmati penghasilan yang mengalir dari orang yang membeli air dari saluran pipanya. SALURAN PIPANYA TERUS MENGALIRKAN AIR DAN UANG MESKIPUN PABLO SEDANG MAKAN, ISTIRAHAT, TIDUR BAHKAN BERLIBUR SEKALI PUN. DIA MENDAPATKAN KEBEBASAN FINANSIAL DAN WAKTU.
Bahkan Pablo berencana untuk membangun pipa ke seluruh negeri. Teringat kepada saudaranya, Pablo kembali mengajak Bruno yang sudah terlihat tua, lelah dan bungkuk. Bruno pun akhirnya menyadari kelebihan visi saudaranya itu. Ia lalu membangun jaringan pipa bersama-sama.
Jakarta, May 14
Sumber: MLM Indonesia
Burke Hedges dalam bukunya, The Parable of the Pipeline mengisahkan, tahun 1801 di sebuah desa kecil di Italia ada dua saudara sepupu, PABLO dan BRUNO. Keduanya sangat ambisius, pekerja keras dan ingin menjadi orang terkaya di desanya.
Pada satu kesempatan, kepala desa menugaskan mereka untuk memindahkan air dari sungai ke penampungan air di tengah desa. Mereka masing-masing diberi sebuah ember dan dibayar berdasarkan jumlah ember air yang mereka bawa tiap harinya.
Singkat cerita, mereka bekerja dan menikmati hasilnya. Mereka bisa membeli pondok dan keledai sendiri. Bruno merasa cita-citanya mulai terwujud, namun Pablo tidak merasa demikian. Kenapa? Pablo merasa, punggungnya terasa nyeri dan telapak tangannya lecet akibat beban air ember tadi.
Kendati mereka bisa beristirahat setiap Sabtu dan Minggu, setiap pagi mereka merasa stres. Pasalnya, esoknya mereka harus mengangkuti air dengan ember lagi. Pablo akhirnya mencari akal, bagaimana caranya memindahkan air dengan lebih efektif dan efisien.
Akhirnya Pablo mendapat ide. Ia harus membangun saluran pipa dari sungai ke desanya. Ia lalu menceritakan idenya itu kepada Bruno. Tapi apa jawab Bruno? Ia menolaknya mentah-mentah, sebab Bruno merasa sudah nyaman dengan kondisinya sekarang. Selain upahnya besar dan punya pondok serta keledai sendiri, ia setiap malam bisa beristirahat. Setiap akhir pekan bisa berlibur ke pantai, ke gunung, ke perkumpulan olahraga, bahkan ke kedai kopi langganannya bersama teman-temannya.
Pablo akhirnya merealisasikan idenya sendirian. Pagi hingga sore ia mengangkut air dengan ember seperti biasanya. Malam hari ia membangun saluran pipa. Sedangkan Bruno dan teman-temannya malah mengejek Pablo. Tapi Pablo tak ambil pusing.
Apa yang bisa dipetik dari cerita ini? Pablo punya visi jauh ke depan, karena tidak selamanya dia kuat mengangkut ember air. Sementara Bruno, meskipun sudah kaya, tetapi tubuhnya semakin bungkuk dan melemah, seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, semakin banyak orang lain yang turut mengangkut air dengan ember bahkan dengan ember, bahkan ada yang menggunakan ember yang lebih besar.
Meskipun mulai sakit-sakitan dan menua, Bruno sadar betul bahwa dia tidak bisa berhenti mengangkut ember air karena upahnya akan hilang.
Setelah lima tahun berlalu, saluran-saluran pipa Pablo pun rampung. Ia mulai menikmati penghasilan yang mengalir dari orang yang membeli air dari saluran pipanya. SALURAN PIPANYA TERUS MENGALIRKAN AIR DAN UANG MESKIPUN PABLO SEDANG MAKAN, ISTIRAHAT, TIDUR BAHKAN BERLIBUR SEKALI PUN. DIA MENDAPATKAN KEBEBASAN FINANSIAL DAN WAKTU.
Bahkan Pablo berencana untuk membangun pipa ke seluruh negeri. Teringat kepada saudaranya, Pablo kembali mengajak Bruno yang sudah terlihat tua, lelah dan bungkuk. Bruno pun akhirnya menyadari kelebihan visi saudaranya itu. Ia lalu membangun jaringan pipa bersama-sama.
Jakarta, May 14
0 Comments:
Post a Comment
<< Home