Truk Abon
SEKITAR jam satu dinihari (Senin, 27/6), saya tengah melaksanakan tugas siskamling, ketika sebuah truk Colt Diesel memasuki komplek perumahan kami. Mendengar deru dan sorot lampu truk itu dari kejauhan, saya langsung menduga, itu truknya Pak RT, yang baru pulang mengangkut perangkat tata suara (sound system).
Benar saja. Waktu mau melewati pos kamling tempat kami berada, truk itu memberi kode lampu sebagai tanda salam. Saya pun membalas dengan lambaian tangan. "Wah pasti ini sopirnya Pak RT," pikirku. Tapi, waktu truk itu persis di depanku, ternyata yang berada di dalam kabin truk berwarna kuning itu, Pak RT sendiri! Lho?
Rasa penasaran saya terjawab setelah ketemu Pak Sodikman, tetangga sebelah rumah Pak RT --yang berada di blok belakang (saya sendiri di blok tengah). Menurutnya, sejak sopirnya diberhentikan karena tidak bisa memegang amanah, bahkan membuat mesin truk itu harus diservis berat, Pak RT melakukan antar-jemput sound system-nya sendiri. Padahal, ia sehari-hari jadi PNS di sebuah departemen. Rupanya, ia melakukannya selepas kerja.
Di kampung kami, pesta perkawinan atau khitanan yang dimeriahkan musik "organ tunggal" atau grup dangdut masih lazim dilakukan.
***
Saya jadi berpikir, Pak RT saja yang dikenal sebagai seorang hartawan, mau bekerja keras menyopiri truknya sendiri hingga larut malam. Seharusnya saya, yang pas-pasan ini, bekerja lebih keras lagi!
Nyopir truk? Angkot? Ngojek? Jualan?
Alhamdulillah, yang disebut terakhir sudah mulai saya rintis. Saya dan istri mencoba berjualan abon sapi (asli), yang enak rasanya (maaf, bukan promosi, tapi fakta). Teman online saya sudah ada yang merasakan keaslian abon yang dipasok seorang kawan dari Bandung itu.
Seandainya saya punya truk, akan saya sopiri sendiri muatan abon bagi para pemesan di seluruh jagat maya. *mimpi kali ye!* :P
Benar saja. Waktu mau melewati pos kamling tempat kami berada, truk itu memberi kode lampu sebagai tanda salam. Saya pun membalas dengan lambaian tangan. "Wah pasti ini sopirnya Pak RT," pikirku. Tapi, waktu truk itu persis di depanku, ternyata yang berada di dalam kabin truk berwarna kuning itu, Pak RT sendiri! Lho?
Rasa penasaran saya terjawab setelah ketemu Pak Sodikman, tetangga sebelah rumah Pak RT --yang berada di blok belakang (saya sendiri di blok tengah). Menurutnya, sejak sopirnya diberhentikan karena tidak bisa memegang amanah, bahkan membuat mesin truk itu harus diservis berat, Pak RT melakukan antar-jemput sound system-nya sendiri. Padahal, ia sehari-hari jadi PNS di sebuah departemen. Rupanya, ia melakukannya selepas kerja.
Di kampung kami, pesta perkawinan atau khitanan yang dimeriahkan musik "organ tunggal" atau grup dangdut masih lazim dilakukan.
***
Saya jadi berpikir, Pak RT saja yang dikenal sebagai seorang hartawan, mau bekerja keras menyopiri truknya sendiri hingga larut malam. Seharusnya saya, yang pas-pasan ini, bekerja lebih keras lagi!
Nyopir truk? Angkot? Ngojek? Jualan?
Alhamdulillah, yang disebut terakhir sudah mulai saya rintis. Saya dan istri mencoba berjualan abon sapi (asli), yang enak rasanya (maaf, bukan promosi, tapi fakta). Teman online saya sudah ada yang merasakan keaslian abon yang dipasok seorang kawan dari Bandung itu.
Seandainya saya punya truk, akan saya sopiri sendiri muatan abon bagi para pemesan di seluruh jagat maya. *mimpi kali ye!* :P
2 Comments:
Alhamdulillah, semoga usahanya diberkahi oleh Allah dan lancar yah.
Jadi kalau mau tukeran Abon Sapi dengan Sambal Lampung musti kemana nih?
he..he.Ummi jg lagi coba ngerintis usaha Sambel botol Lampung HOme Made...tapi masih percobaan.
amin. semoga usaha ummi juga lancar. sambel lampung (botol)? boleh juga tuh. ;)
tian arief
Post a Comment
<< Home