Wednesday, May 18, 2005

Ketabahan Pry

Tadi sore (Rabu, 18/5), aku besuk Priyantono di RS Pusat Pertamina, Mayestik Jakarta. Aku bayangkan, dia berada dalam ruang perawatan dengan selang di sana sini, sementara Pry --demikian panggilan wartawan Republika yang dipukuli dua orang berseragam tentara itu-- tergolek tak berdaya.

Ternyata, begitu aku datang, berucap salam, dia langsung menjawab sambil menyambutku. "Hei Tian, sama siapa ke sini?" ujar Pry ramah --yang terbaring dengan hanya dengan satu jarum infus menancap di tangan kanannya.

Memar dan luka bekas pukulan tak tampak lagi. Dia juga sudah tak pusing lagi. Tapi kalau terbatuk, barulah kerasa sakit kepalanya. Selain itu, lengan kiri juga berasa sakit. Mungkin bagian itu terkena pukulan.

Pry terbaring di kamar perawatan cukup mewah, sepertinya kelas 1 RS itu. Satu kamar satu orang, ada kamar mandi, AC, kulkas besar, televisi dan sofa empuk.

Pry ternyata sudah ingat siapa dirinya, siapa teman-temannya, dan kejadian-kejadian, kecuali saat pemukulan dan siapa pelakunya. Lho?

"Saya bahkan tahu penganiaya saya tentara juga dari orang-orang yang melihat pemukulan itu," kata bujangan 36 tahun berperawakan kurus itu.

Peristiwa yang terakhir diingatnya adalah, waktu dia baru turun dari Kopaja, berjalan di trotoar di kiri jalan menuju gerbang Gedung Republika tempatnya bekerja. Lalu ada suara klakson motor yang berjalan di atas trotoar, menyuruhnya minggir.

Pry, yang berprinsip teguh bahwa trotoar hanya tempat untuk pejalan kaki, melarang pengendara motor yang sudah berada di sebelahnya berada di trotoar. Waktu orang di motor itu membentaknya, ia sempat ngotot dengan menyuruh pengendara motor itu berjalan di jalur yang seharusnya (jalan raya). Setelah itu... blank! Ia baru teringat sudah terbaring di RS Pertamina.

Gegar otak

Menurut Pry, ia mengalami gegar otak ringan. Dan ia bersyukur untuk itu. "Syukur saya gegar otak, karena berarti saya memang punya otak," ujar Pry mulai melawak, tak kalah dengan para pemain "Extravaganza" Trans TV.

"Untung kepala saya yang di-scan, bukan kedua dengkulku," katanya. "Hahahaha," tawa pun membahana di kamar bernuansa biru itu.

Pry, pry, betapa tabahnya sahabat seangkatan (1987) di Fikom Unpad itu. Di tengah musibah menerpa, dia masih sempat becanda. Sebelum pamitan, saya bilang, "Pry, mudah-mudahan cepat sembuh, dan pelakunya segera tertangkap. Kebenaran akan menang." Amin.

(sayang sekali, saya nggak bawa digcam, jadi gak ada fotonya) ;)

Berita terkait

1 Comments:

Blogger Lili said...

Utk Mas Pry, semoga cepat sembuh. Aku sendiri sekarang sedang prihatin dengan pengendara motor.
Wong mobilku lagi diem di lampu merah, ditabrak, karena dia gak sabar ingin melaju terus sampai depan. Pas aku tegur dengan membuka jendela mobil, agak dia lebih berhati2 dan mengantri karena toh masih lampu merah...eh dia yg lebih marah. Dimaki2nya aku sampai urat lehernya mau putus, aku cuman bisa geleng2 kepala dan mengelus dada sambil berucap Astagfirullah...kasihan yah ahlaq orang2 di jalan raya terutama sekali para pengendara sepeda motor yg tambah berjubel.
Semoga mas pry cepat sembuh, wah maap jadi curhat begini.
Kapan mampir2 lagi?

7:33 AM  

Post a Comment

<< Home