Friday, April 21, 2006

[hari kartini] Calo Perempuan

Calo perempuan di sini sama sekali tidak berkonotasi calo (bisnis) perdagangan perempuan, melainkan seseorang yang berprofesi calo, yang jenis kelaminnya perempuan. Ya, calo perempuan.

Namanya Imel. Perempuan kelahiran Subang, Jawa Barat 35 tahun lalu ini, sehari-hari berperan sebagai calo angkot di Terminal Bus Tanjung Priok, Jakarta Utara.

"Biar jadi calo, yang penting dapat duit halal," kata perempuan bersuara berat ini kepada tim "Sisi Lain" Trans TV, yang ditayangkan Jumat (21/4).

Di antara para calo yang umumnya laki-laki, Imel tak canggung-canggung meneriakkan trayek angkot yang dicaloinya, hingga angkot itu penuh penumpang. Lalu Imel mengutip uang dari sang sopir, sebelum angkot itu diizinkan berangkat. Karena itu, "Sisi Lain" juga menyebut Imel adalah seorang preman.

Acara ini juga menampilkan peran lain perempuan pada bidang pekerjaan yang biasa digeluti kaum lelaki; seperti sopir bajaj dan kernet metro mini.

Entahlah, apakah profesi ini bakal menjadi kebanggaan bagi kaum perempuan, atau bahkan sebaliknya. Yang jelas, alasan mereka semuanya seragam: tuntutan kebutuhan hidup.

* * *

Menyoroti pemberitaan media massa menyambut Hari Kartini ini, menurutku, kerap terjadi bias. Media massa, termasuk televisi, suka sulit membedakan antara hak dan peran perempuan.

Menurutku, hak berkaitan dengan sesuatu yang asasi, seperti hak hidup. Laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak hidup. Juga hak untuk mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang layak.

Sedangkan peran berkaitan dengan kodrat. Sebagai mahluk ciptaan Allah, laki-laki dan perempuan memiliki kodrat yang berbeda. Karena itu perannya pun berbeda. Perempuan jadi istri, laki-laki jadi suami. Perempuan jadi ibu, laki-laki jadi bapak. Dst.

Apakah jadi supir bajaj, kernet, dan calo/preman bertentangan dengan kodrat sebagai perempuan? Silakan Anda jawab sendiri. :D

0 Comments:

Post a Comment

<< Home