Si Gajah
Cerita nostalgia. Ambulan bermerek Chevrolet dengan karoseri General Motors Jakarta ini, mulai dioperasikan pada 1947. Mobil bermesin bensin ini terbilang unik, karena memiliki ukuran ban 17”. Bukan ban radial seperti ban kekinian, melainkan ban truk komersial biasa, sehingga sulit dicari suku cadangnya, karena memang sangat langka di pasaran.
Oleh masyarakat Majalaya, ambulan beroda empat yang sedikit lebih pendek dari metro mini ini dijuluki “Si Gajah”, karena posturnya yang bongsor. Juga mendapat julukan “Si Dukun” semasa “gerombolan”, karena pernah diikutsertakan dalam operasi penumpasan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Saat itu, prajurit Kodam III Siliwangi yang terluka, dirawat di dalam ambulans, hingga lukanya membaik. Pada 1957-1962, ambulan yang disopiri Mang Udja ini sangat diandalkan untuk menyelamatkan korban yang luka maupun gugur dalam operasi yang dilakukan berbagai wilayah Jawa Barat, seperti Cijapati, Cihanyir, Rancakole, Ibun, Paseh, Ciekek, dan Majalaya.
Waktu itu, Peleton 2 Kompi C Yon 328/Siliwangi di bawah pimpinan Letda Suhanda berhasil menyergap dan membawa pimpinan tertinggi DI/TII Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo, dengan ambulan tersebut, pada 4 Juni 1962, dari salah satu tempat persembunyiannya di hutan Gunung Geber, di selatan Majalaya.
Setelah itu, ambulan legendaris ini digunakan oleh RSUD Majalaya (yang lebih populer dengan sebutan RS Ebah). Nah, selama digunakan RS Ebah, aku, yang saat itu masih SD, sering ikut ibuku yang bekerja sebagai bidan di Kecamatan Majalaya. Terkadang kami ikut ambulan “Si Gajah” yang masih disopiri Mang Udja (saat itu sudah tua). Ibuku duduk di depan, di sebelah kiri Mang Udja, aku tiduran di blankar pasien, yang biasa digunakan untuk mengangkut pasien hidup, maupun jenazah. Rasanya, biasa-biasa saja. ??
Pada 1980, ambulan yang sangat bersejarah bagi Kodam III Siliwangi itu dihibahkan ke Pembinaan Mental Kodam (Bintaldam III), tepat ketika berdirinya Museum Mandala Wangsit Siliwangi di Jalan Lembong No.38, Kota Bandung. Ambulan yang saat itu sudah tidak jalan mesinnya, namun masih lengkap dan orisinil, dipajang di salah satu sudut museum, sebagai bagian dari operasi penumpasan gerombolan Kartosuwirjo.
Sebagai gantinya, Kodam memberi RS Ebah satu unit ambulan Toyota Hiace 1980 bensin yang masih gres, dan disopiri Mang Dayung (anak Mang Udja, karena beliau sudah pensiun).
Pada awal 2013, atas inisiatif Museum Mandala Wangsit Siliwangi dan Kabintaldam, ambulan “Si Gajah” berhasil dihidupkan kembali, dan dijadikan sarana pembelajaran sejarah “Museum Keliling”. Pada peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) 19-24 April 2015, “Si Gajah” dipajang di Jalan Cikapundung, Bandung. (Sumber foto dan latar belakang sejarah: Instagram exploremajalaya)
Oleh masyarakat Majalaya, ambulan beroda empat yang sedikit lebih pendek dari metro mini ini dijuluki “Si Gajah”, karena posturnya yang bongsor. Juga mendapat julukan “Si Dukun” semasa “gerombolan”, karena pernah diikutsertakan dalam operasi penumpasan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Saat itu, prajurit Kodam III Siliwangi yang terluka, dirawat di dalam ambulans, hingga lukanya membaik. Pada 1957-1962, ambulan yang disopiri Mang Udja ini sangat diandalkan untuk menyelamatkan korban yang luka maupun gugur dalam operasi yang dilakukan berbagai wilayah Jawa Barat, seperti Cijapati, Cihanyir, Rancakole, Ibun, Paseh, Ciekek, dan Majalaya.
Waktu itu, Peleton 2 Kompi C Yon 328/Siliwangi di bawah pimpinan Letda Suhanda berhasil menyergap dan membawa pimpinan tertinggi DI/TII Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo, dengan ambulan tersebut, pada 4 Juni 1962, dari salah satu tempat persembunyiannya di hutan Gunung Geber, di selatan Majalaya.
Setelah itu, ambulan legendaris ini digunakan oleh RSUD Majalaya (yang lebih populer dengan sebutan RS Ebah). Nah, selama digunakan RS Ebah, aku, yang saat itu masih SD, sering ikut ibuku yang bekerja sebagai bidan di Kecamatan Majalaya. Terkadang kami ikut ambulan “Si Gajah” yang masih disopiri Mang Udja (saat itu sudah tua). Ibuku duduk di depan, di sebelah kiri Mang Udja, aku tiduran di blankar pasien, yang biasa digunakan untuk mengangkut pasien hidup, maupun jenazah. Rasanya, biasa-biasa saja. ??
Pada 1980, ambulan yang sangat bersejarah bagi Kodam III Siliwangi itu dihibahkan ke Pembinaan Mental Kodam (Bintaldam III), tepat ketika berdirinya Museum Mandala Wangsit Siliwangi di Jalan Lembong No.38, Kota Bandung. Ambulan yang saat itu sudah tidak jalan mesinnya, namun masih lengkap dan orisinil, dipajang di salah satu sudut museum, sebagai bagian dari operasi penumpasan gerombolan Kartosuwirjo.
Sebagai gantinya, Kodam memberi RS Ebah satu unit ambulan Toyota Hiace 1980 bensin yang masih gres, dan disopiri Mang Dayung (anak Mang Udja, karena beliau sudah pensiun).
Pada awal 2013, atas inisiatif Museum Mandala Wangsit Siliwangi dan Kabintaldam, ambulan “Si Gajah” berhasil dihidupkan kembali, dan dijadikan sarana pembelajaran sejarah “Museum Keliling”. Pada peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) 19-24 April 2015, “Si Gajah” dipajang di Jalan Cikapundung, Bandung. (Sumber foto dan latar belakang sejarah: Instagram exploremajalaya)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home