Halal*
Meski bisnis MLM sempat dipertanyakan, sekarang bisnis ini berhasil meraih posisi sebagai bisnis pemasaran terpopuler di Indonesia. Bisnis MLM mulai memasuki pasaran produk halal di Indonesia melalui produk trace mineral, kemudian diikuti CNI.
Namun masyarakat masih mempertanyakan tentang cara-cara yang diterapkan dalam bisnis MLM ini. Menurut pendapat banyak orang, bisnis ini adalah halal, karena persyaratan jual beli yang sah terpenuhi dalam bisnis MLM sebenarnya, yakni ada barang, penjual, pembeli dan ada unsur suka sama suka. Selain itu, barang yang diperjualbelikan berguna dan berkualitas. Pembagian hasil pun jelas perjanjiannya sebelum memasuki jaringan pemasaran. Prinsip siapa yang bekerja keras akan mendapat hasil lebih banyak, juga dipenuhi dalam bisnis MLM.
Mengingat produk-produk MLM dipasarkan di wilayah Indonesia yang mayoritas muslim (89 persen dari 225 juta jiwa), tentu saja harus bersertifikasi halal. Namun untuk mendapatkan sertifikasi halal tidaklah mudah. Sebab produk-produk tersebut harus menjalani pemeriksaan yang sangat teliti, baik bahan bakunya, proses pembuatannya, administrasinya, penyimpanannya, dsb.
Setelah pemeriksaan, produk yang telah lolos dibawa ke Rapat Komisi Fatwa MUI untuk disahkan kehalalannya, dan dikeluarkan sertifikat halal dari MUI. Produk yang tidak dapat disahkan kehalalannya, dikembalikan.
Berdasarkan sertifikasi halal inilah, Badan POM dapat mengizinkan pencantuman label halal pada kemasan produk. Sistem jaminan halal yang menyangkut cara-cara perusahaan mempertahankan kehalalannya harus dipersiapkan secara tertulis. Perusahaan juga harus menandatangani surat perjanjian bahwa LP POM MUI berhak datang sewaktu-waktu untuk melakukan pemeriksaan mendadak.
Perusahaan juga diwajibkan mengangkat seseorang atau lebih Auditor Halal Internal untuk mempertahankan kehalalan produknya.
Setelah label "halal" diperoleh, bukan berarti telah selesai, karena kehalalan tersebut senantiasa harus dijaga. Dengan Sistem Jaminan Halal yang telah ada ini, mudah-mudahan kehalalan produk-produk CNI dapat terus dipertahankan.
* Prof. Dr. Hj. Aisyah Girindra, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan & Kosmetika MUI, Sumber: CNI News edisi Mei 2004
Jakarta, June 14
Meski bisnis MLM sempat dipertanyakan, sekarang bisnis ini berhasil meraih posisi sebagai bisnis pemasaran terpopuler di Indonesia. Bisnis MLM mulai memasuki pasaran produk halal di Indonesia melalui produk trace mineral, kemudian diikuti CNI.
Namun masyarakat masih mempertanyakan tentang cara-cara yang diterapkan dalam bisnis MLM ini. Menurut pendapat banyak orang, bisnis ini adalah halal, karena persyaratan jual beli yang sah terpenuhi dalam bisnis MLM sebenarnya, yakni ada barang, penjual, pembeli dan ada unsur suka sama suka. Selain itu, barang yang diperjualbelikan berguna dan berkualitas. Pembagian hasil pun jelas perjanjiannya sebelum memasuki jaringan pemasaran. Prinsip siapa yang bekerja keras akan mendapat hasil lebih banyak, juga dipenuhi dalam bisnis MLM.
Mengingat produk-produk MLM dipasarkan di wilayah Indonesia yang mayoritas muslim (89 persen dari 225 juta jiwa), tentu saja harus bersertifikasi halal. Namun untuk mendapatkan sertifikasi halal tidaklah mudah. Sebab produk-produk tersebut harus menjalani pemeriksaan yang sangat teliti, baik bahan bakunya, proses pembuatannya, administrasinya, penyimpanannya, dsb.
Setelah pemeriksaan, produk yang telah lolos dibawa ke Rapat Komisi Fatwa MUI untuk disahkan kehalalannya, dan dikeluarkan sertifikat halal dari MUI. Produk yang tidak dapat disahkan kehalalannya, dikembalikan.
Berdasarkan sertifikasi halal inilah, Badan POM dapat mengizinkan pencantuman label halal pada kemasan produk. Sistem jaminan halal yang menyangkut cara-cara perusahaan mempertahankan kehalalannya harus dipersiapkan secara tertulis. Perusahaan juga harus menandatangani surat perjanjian bahwa LP POM MUI berhak datang sewaktu-waktu untuk melakukan pemeriksaan mendadak.
Perusahaan juga diwajibkan mengangkat seseorang atau lebih Auditor Halal Internal untuk mempertahankan kehalalan produknya.
Setelah label "halal" diperoleh, bukan berarti telah selesai, karena kehalalan tersebut senantiasa harus dijaga. Dengan Sistem Jaminan Halal yang telah ada ini, mudah-mudahan kehalalan produk-produk CNI dapat terus dipertahankan.
* Prof. Dr. Hj. Aisyah Girindra, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan & Kosmetika MUI, Sumber: CNI News edisi Mei 2004
Jakarta, June 14
0 Comments:
Post a Comment
<< Home