Thursday, August 25, 2005

Riana, Mahasiswa Di Usia 14

Penampilannya tak jauh beda dengan anak SMP kebanyakan, karena usianya masih belia. Namun Riana Helmi bukan ABG sembarangan. Pada usia 14 tahun 5 bulan, gadis berjilbab itu berhasil masuk Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Remaja kelahiran Banda Aceh, 22 Maret 1991 ini masuk melalui Penjaringan Bibit Skolastik (PBS) UGM. Ia diusulkan SMAN 3 Sukabumi, dan lolos ujian. Namun demikian, Riana tak merasa istimewa. "Saya nggak merasa istimewa, hanya beda saja," ungkapnya kepada Radar Jogja di ruang Humas UGM, di sela-sela orientasi mahasiswa baru, Rabu (24/8).

Putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Ajun Komisaris Polisi (AKP) Helmi SH dan Rofiā€™ah itu mulai menginjak bangku sekolah dasar (SD) pada usia 4 tahun. Pendidikan SD dijalaninya secara wajar selama enam tahun. Namun SMP dan SMA, masing-masing hanya dua tahun.

Gadis berkacamata minus yang hobi membaca itu menjalani masa SD di dua tempat, masing-masing di SDN Ciwaringan 4 Karawang (kelas 1), lalu naik kelas dua hingga lulus di SDN Sriwedari 1 Sukabumi.

"Ayah seorang polisi, jadi sering pindah tugas," jelas Riana, yang saat ini kos di Sendowo B/27 Jalan Kesehatan, Yogyakarta.

Kemudian masuk SMP 1 Sukabumi yang dijalaninya dua tahun, karena ikut akselerasi. Demikian pula di SMAN 3 Sukabumi, yang dilakoninya dua tahun.

Tidak ada kesulitan berarti dalam menempuh program akselerasi. Dia merasa biasa-biasa saja dan dapat menikmati program tersebut. "Enak bisa ngirit waktu. Selain itu saat ujian akhir masih ingat dengan pelajaran yang dipelajari," ungkapnya.

Selama ini Riana juga mengaku tidak mengalami kesulitan saat bergaul dengan teman-temannya yang usianya lebih tua. Sejak sekolah, dia memang selalu menjadi murid termuda. Hal itu tidak menjadi hambatan baginya untuk bergaul dengan teman-teman yang lebih tua.

Riana bahkan mengaku dapat menikmati kondisi tersebut dan tidak merasa terganggu ketika teman-temanya memperlakukanya sebagai adik. "Agak aneh. Seperti ada rasa kasihan. Kadang teman-teman memperlakukan saya seperti adik," katanya.

Meski demikian Riana mengaku dalam hal-hal tertentu dia tidak bisa memahami obrolan yang dilakukan temannya. "Kadang tidak paham dalam obrolan hal-hal umum. Namun tidak saat pelajaran," ungkap penyuka novel Harry Potter ini.

Menjadi dokter adalah cita-citanya sejak kecil. Selain itu orang tuanya juga mendukung keinginan tersebut. Riana mengaku senang bisa diterima di UGM, pada jurusan yang diminatinya. "Saya bersyukur bisa diterima di UGM dengan jurusan yang sesuai sesuai dengan keinginan saya," kata Riana yang mengaku tak pernah pacaran dan ingin menikah langsung itu.

Bercerita tentang keluarganya, Riana mengaku tidak berdarah asli Aceh. Ayahnya kelahiran Padang, sedangkan ibunya asal Karawang. Terakhir, Riana bersama orangtua dan dua adik perempuannya tinggal di Sukabumi.

Kematangan psikologis

Sementara itu, Dekan FK UGM Prof Dr Hardiyanto Subono, menyikapi masuknya mahasiswa termuda ini, menegaskan bahwa tidak ada pembedaan bagi setiap mahasiswa. "Pendidikan kita berbasis mahasiswa. Mereka belajar secara mandiri dan kelompok, dibimbing seorang dosen. Keberhasilan tergantung pada pribadi masing-masing," kata Hardiyanto kepada Jawa Pos.

Ia berharap, bakat skolastik Riana dibarengi kematangan jiwanya. Sebab, proses menjadi dokter membutuhkan kematangan psikologis. Untuk Semester I saja ada mata kuliah keterampilan klinik yang mengharuskan mahasiswa mengambil sampel darah temannya, mengambil sampel faeces maupun melakukan bedah, dan menjahit luka. Semua itu membutuhkan kesiapan psikologis.

Hardiyanto juga berharap, Riana bisa meraih kematangan menjadi dokter. "Sebab kalau tidak, apa bisa dipercaya ya menjadi dokter. Pendidikan dokter kan lima tahun. Berarti dia lulus usia 19 tahun, saat teman-temannya masih pada senang-senang di SMA," katanya.

Sumber: Radar Jogja dan Jawa Pos

1 Comments:

Blogger Lili said...

Mudah2an ada Riana2 berikutnya di Indonesia, aamiin.

7:53 AM  

Post a Comment

<< Home