Kawasan Bebas Rokok
dari Kompas, 17 Oktober 2005, dan Suara Karya, 18 Oktober 2005
JAKARTA (KOMPAS): Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur (PG) tentang Kawasan Dilarang Merokok. PG Nomor 75/2005 itu merupakan turunan dari Perda Nomor 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, Kosasih Wirahadikuma, di Balai Kota, Senin (17/10), mengatakan, pihaknya telah menyosialisasikan Perda dan PG tersebut kepada sejumlah pengelola kantor dari kawasan Jalan MH Thamrin dan Medan Merdeka Barat. Dari 89 formulir berisi pernyataan kesanggupan pengelola untuk menyediakan tempat khusus merokok yang disebar, hanya 31 pengelola yang mengembalikan formulir dan menyatakan kesanggupan mereka.
Perda Nomor 2/2005 itu menetapkan bahwa tempat umum, tempat kerja, tempat kegiatan belajar-mengajar, tempat pelayanan kesehatan, rumah ibadah, arena kegiatan anak-anak, dan angkutan umum merupakan daerah bebas asap rokok. Namun, pengelola tempat-tempat umum dan perkantoran dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok. Perda tersebut mulai berlaku efektif pada Maret tahun depan.
Berdasarkan PG, tempat-tempat umum, dan perkantoran dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok. Tempat khusus itu harus terpisah secara fisik atau tidak bercampur dengan kawasan bebas asap rokok, dilengkapi pengisap udara, asbak, dan informasi serta data tentang bahaya merokok bagi kesehatan.
Penulis: Egi
* * *
Mulai Maret 2006, Diberlakukan
Larangan Merokok di Tempat Umum
Selasa, 18 Oktober 2005
JAKARTA (Suara Karya): Larangan merokok di tempat umum, termasuk di dalam angkutan umum Ibukota Jakarta akan diberlakukan mulai Maret 2006. Larangan ini berkenaan dengan pemberlakuan secara efektif Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 75/2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.
Pergub yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso tanggal 20 Juni 2005, menegaskan larangan merokok di tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak-anak, dan tempat ibadah.
Dalam Pergub tersebut, dinyatakan bahwa pengemudi/kondektur angkutan umum wajib menegur para penumpang yang merokok, bahkan mengambil tindakan dengan menurunkan penumpang yang merokok. Demikian pula sebaliknya penumpang wajib menegur sopir/kondektur yang merokok saat menjalankan kendaraan. Jika teguran tidak diindahkan, penumpang diminta melaporkan kepada Dinas Perhubungan untuk diambil tindakan.
Demikian pula halnya di tempat-tempat larangan merokok lainnya, pimpinan atau penanggung jawab tempat-tempat itu wajib melarang atau menegur orang yang merokok di tempat itu, bahkan diberikan kewenangan mengambil tindakan. Sebaliknya warga masyarakat wajib melapor pimpinan atau penanggung jawab tempat-tempat bersangkutan ke atasannya.
Pergub nomor 75/2005 ini merupakan petunjuk pelaksana (juklak) dari Peraturan Daerah (Perda) nomor 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang telah diundangkan pada tanggal 16 Pebruari 2005.
Dalam rangka menyosialisasikan Perda larangan merokok tersebut, di Balaikota Jakarta, Senin (17/10) berkumpul sekitar 60 orang pengelola gedung di kawasan Monas, Jalan MH Thamrin dan Jalan Jend. Sudirman.
Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta Kosasih Wirahadikusumah, dalam kesempatan sosialisasi Perda nomor 75/2005, mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat Gubernur Sutiyoso kepada 89 pengelola gedung untuk hadir dalam sosialisasi ini, namun yang hadir hanya 60 orang, dan baru 31 pengelola gedung yang mengisi dan mengembalikan formulir partisipasi dalam pelaksanaan perda larangan merokok.
Kosasih mengatakan, bentuk partisipasi pengelola gedung dalam hal pengendalian pencemaran udara, yaitu menyediakan ruang khusus merokok, penyediaan exhaust fan dalam ruangan khusus untuk merokok, pemasangan tanda larangan merokok di sembarang tempat, pemasangan tanda arah menuju ruangan khusus untuk merokok dan pelarangan merokok di seluruh area gedung.
Sekretaris Daerah (Sekda) Ritola Tasmaya mengatakan, Pergub 75/2005 akan mulai efektif berlaku Maret 2006 mendatang. Untuk melaksanakan Pergub ini, kata Ritola, Pemprov DKI telah berkoordinasi dengan Dirjen (Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dan pihak kepolisian.
Sekda mengatakan, pelaksanaan Pergub 75/2005 tentang kawasan dilarang merokok dimaksudkan bukan untuk melarang orang merokok di tempat umum. "Yang dilarang adalah merokok di dalam ruangan," jelas Ritola.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang juga mantan Menkes RI, Farid Alfansa Moeloek menjelaskan, kerugian negara sebagai akibat pencemaran asap rokok setiap tahunnya mencapai Rp 60 triliun. Apabila kerugian itu dikonversikan untuk perbaikan anak-anak yang bergizi buruk maka dalam waktu tiga bulan Indonesia akan bebas dari balita bergizi buruk.
Menurut Farid, 62 persen penduduk laki-laki Indonesia adalah perokok, dan 10 persen penghasilan keluarga dibelanjakan untuk membakar rokok. (Lourentius)
1 Comments:
Alhamdulillah, keluar jg peraturan ini. Mudah2an implementasinya bisa sesuai keinginan perokok pasif aamiin.
TTg hukum haram atau makruh..
pendapat pribadi sih...Umi maunya haram...soalnya banyak kerugiannya daripada yg baiknya.
Apa kabar mas?
Sekalian Maagf lahir n bathin yah
Post a Comment
<< Home