Tantangan
Setiap orang barangkali butuh tantangan, biar "hidup ini lebih hidup", meminjam kata-kata iklan. Tapi, kalau lihat yang akan saya ceritakan ini, bukanlah sebuah tantangan, melainkan nekad, cari mati.
Setiap saya naik KRL dari Stasiun Citayam ke Stasiun Pasar Minggu Baru, ada aja remaja, bahkan anak masih SD naik ke atap gerbong atau bergelantungan di pintu kereta. Padahal di atap itu terdapat pentograf (penghubung aliran listrik bertegangan 1.500 volt dengan generator di gerbong), yang kalau dipegang, langsung bikin gosong orang yang memegangnya. Resikonya pun semua orang tahu: cedera atau mati!
PT Kereta Api (PTKA) tampaknya melakukan segala upaya preventif untuk menangkal orang memanjat gerbong. Mulai dari menghilangkan atau menyemen talang air gerbong, atau menambal gerbong dengan pelat menggelembung, biar orang mengurungkan naik ke atap karena sulit berpegangan. Juga jendela yang separuh terbuka, bagian atasnya ditutup tralis vertikal, biar sulit dijadikan pijakan. Lampu samping gerbong juga ditambal pelat sedemikian rupa, biar menjadi licin kalau dipijak. Bahkan di beberapa gerbong dipasang "ranjau" besi-besi tajam seperti ujung pagar rumah, agar sakit kalau berpijak di ranjau itu.
Tapi apa daya. Namanya juga bangsa kreatif (terutama dalam hal-hal negatif). Ada aja akal mereka untuk bisa mencapai atap --yang sebenarnya bukan karena kehabisan tempat di dalam gerbong, tapi lebih ingin membuktikan diri sebagai "Superman". :P Yang memprihatinkan, saya tadi melihat ada dua anak (seperti masih SD) mau pergi sekolah dengan baju bebas dan celana pendek pramuka (coklat), dengan entengnya naik ke atap gerbong paling depan. Saya yakin, mereka tidak menyadari resiko terberatnya: meninggalkan dunia ini dengan paksa.
Berbeda dengan tantangan versi bule profesional, yang saya lihat baru-baru ini. Dia bisa memperkirakan dan mengukur resiko yang bakal timbul. Banyak orang tahu, Alain Robert dari Prancis adalah pemanjat tebing profesional, yang mengkhususkan diri pada pemanjatan dinding gedung tinggi. Sudah lebih dari 80 gedung tinggi di kota-kota besar dunia yang berhasil dia panjat, termasuk Gedung Indosat berlantai 15 di Medan Merdeka Barat, Jakarta.
Tadinya, saya kira dia itu orang "gila", berani memanjat gedung tanpa pengaman. Tapi ternyata, dia melakukan semua itu dengan penuh perhitungan. Dinding Gedung Indosat yang polos itu sebelumnya diberi "point" berupa pasak besi yang panjangnya sejengkal untuk tempat berpijak (jangan kira dia memanjat seperti cicak atau Spiderman). Di samping memang kemampuan dia luar biasa, karena sudah mengantungi pengalaman sekitar 30 tahun.
Kembali pada kenekadan orang Indonesia, tampaknya kita berani tapi nekad. Tapi orang Barat, berani dengan penuh perhitungan. Bandingkan saja antara stuntman (pemain pengganti) film-film kita dengan Amerika. Kalau mereka menuntut asuransi terlebih dulu, perangkat pengamanan yang maksimal, di samping nyali, stuntman kita berani melakukan adegan berbahaya dengan hanya bermodal nekad, tanpa asuransi kecelakaan. Kalau sampai kenapa-napa? Ya, wassalam! :)
Setiap saya naik KRL dari Stasiun Citayam ke Stasiun Pasar Minggu Baru, ada aja remaja, bahkan anak masih SD naik ke atap gerbong atau bergelantungan di pintu kereta. Padahal di atap itu terdapat pentograf (penghubung aliran listrik bertegangan 1.500 volt dengan generator di gerbong), yang kalau dipegang, langsung bikin gosong orang yang memegangnya. Resikonya pun semua orang tahu: cedera atau mati!
PT Kereta Api (PTKA) tampaknya melakukan segala upaya preventif untuk menangkal orang memanjat gerbong. Mulai dari menghilangkan atau menyemen talang air gerbong, atau menambal gerbong dengan pelat menggelembung, biar orang mengurungkan naik ke atap karena sulit berpegangan. Juga jendela yang separuh terbuka, bagian atasnya ditutup tralis vertikal, biar sulit dijadikan pijakan. Lampu samping gerbong juga ditambal pelat sedemikian rupa, biar menjadi licin kalau dipijak. Bahkan di beberapa gerbong dipasang "ranjau" besi-besi tajam seperti ujung pagar rumah, agar sakit kalau berpijak di ranjau itu.
Tapi apa daya. Namanya juga bangsa kreatif (terutama dalam hal-hal negatif). Ada aja akal mereka untuk bisa mencapai atap --yang sebenarnya bukan karena kehabisan tempat di dalam gerbong, tapi lebih ingin membuktikan diri sebagai "Superman". :P Yang memprihatinkan, saya tadi melihat ada dua anak (seperti masih SD) mau pergi sekolah dengan baju bebas dan celana pendek pramuka (coklat), dengan entengnya naik ke atap gerbong paling depan. Saya yakin, mereka tidak menyadari resiko terberatnya: meninggalkan dunia ini dengan paksa.
Berbeda dengan tantangan versi bule profesional, yang saya lihat baru-baru ini. Dia bisa memperkirakan dan mengukur resiko yang bakal timbul. Banyak orang tahu, Alain Robert dari Prancis adalah pemanjat tebing profesional, yang mengkhususkan diri pada pemanjatan dinding gedung tinggi. Sudah lebih dari 80 gedung tinggi di kota-kota besar dunia yang berhasil dia panjat, termasuk Gedung Indosat berlantai 15 di Medan Merdeka Barat, Jakarta.
Tadinya, saya kira dia itu orang "gila", berani memanjat gedung tanpa pengaman. Tapi ternyata, dia melakukan semua itu dengan penuh perhitungan. Dinding Gedung Indosat yang polos itu sebelumnya diberi "point" berupa pasak besi yang panjangnya sejengkal untuk tempat berpijak (jangan kira dia memanjat seperti cicak atau Spiderman). Di samping memang kemampuan dia luar biasa, karena sudah mengantungi pengalaman sekitar 30 tahun.
Kembali pada kenekadan orang Indonesia, tampaknya kita berani tapi nekad. Tapi orang Barat, berani dengan penuh perhitungan. Bandingkan saja antara stuntman (pemain pengganti) film-film kita dengan Amerika. Kalau mereka menuntut asuransi terlebih dulu, perangkat pengamanan yang maksimal, di samping nyali, stuntman kita berani melakukan adegan berbahaya dengan hanya bermodal nekad, tanpa asuransi kecelakaan. Kalau sampai kenapa-napa? Ya, wassalam! :)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home