Tukar Tempat
Tadi pagi saya naik KRL ke kantor. Motor saya titipkan di penitipan motor Stasiun Citayam. Seperti biasa, KRL Jabotabek arah Jakarta di pagi hari dipastikan padat. Benar saja, setelah setengah jam menunggu, tibalah KRL Bogor-Stasiun Jakarta Kota berstrip oranye yang dipadati penumpang. Saking padatnya, mendapat pijakan dua kaki saja sudah untung. Badan? Jangan tanya. Sampai sesak rasanya mendapat tekanan dari arah depan, belakang, kiri dan kanan. Kalau mau turun, penumpang harus sudah bergeser ke arah pintu, minimal satu stasiun sebelumnya. Nah, di sini berlaku istilah tukar tempat. Maksudnya, penumpang meminta penumpang lainnya yang belum mau turun untuk bertukar tempat dengannya. Demikian seterusnya hingga mendekati pintu. Kalau tidak bertukar tempat, jangan harap orang-orang memberi jalan, sebab dia sendiri pun sulit menggerakkan badannya.
Bicara soal tukar tempat, di emperan Stasiun Citayam saya sempat melihat seorang penjual obat beraksi mempromosikan jualannya; Pasak Bumi. Obat tradisional dari Kalimantan yang kalau air rendamannya diminum rasanya pahit itu, diklaim si penjual obat yang bernama Nanang (seperti tertera di brosur), berkhasiat mengobati seabrek penyakit, mulai dari kencing manis, sakit pinggang, darah tinggi, lemah syahwat, hingga susah tidur alias insomnia.
Saya bukan mengagumi obat yang multi-khasiat itu, melainkan cara Nanang mempresentasikannya. Dengan mikrofon dan pengeras suara ("toa") kecil, ia dengan fasih memaparkan segala khasiat obat itu sambil menunjukkan gambar-gambar dan artikel yang dibundel dalam sebuah album, yang tentu saja mendukung ceritanya. Saya kurang yakin kalau dia lulusan sekolah tinggi yang mengajarkan ilmu komunikasi atau kursus penyiar atau presenter. Melihat kefasihan Nanang berpidato di depan umum, saya menduga, dia adalah lulusan sekolah kehidupan, didorong kebutuhan ekonomi. Saya berpikir, apa bisa, saya bertukar tempat dengannya? Ataukah bisakah saya melakukan presentasi sefasih dia, meski di tempat berbeda?
Bicara soal tukar tempat, di emperan Stasiun Citayam saya sempat melihat seorang penjual obat beraksi mempromosikan jualannya; Pasak Bumi. Obat tradisional dari Kalimantan yang kalau air rendamannya diminum rasanya pahit itu, diklaim si penjual obat yang bernama Nanang (seperti tertera di brosur), berkhasiat mengobati seabrek penyakit, mulai dari kencing manis, sakit pinggang, darah tinggi, lemah syahwat, hingga susah tidur alias insomnia.
Saya bukan mengagumi obat yang multi-khasiat itu, melainkan cara Nanang mempresentasikannya. Dengan mikrofon dan pengeras suara ("toa") kecil, ia dengan fasih memaparkan segala khasiat obat itu sambil menunjukkan gambar-gambar dan artikel yang dibundel dalam sebuah album, yang tentu saja mendukung ceritanya. Saya kurang yakin kalau dia lulusan sekolah tinggi yang mengajarkan ilmu komunikasi atau kursus penyiar atau presenter. Melihat kefasihan Nanang berpidato di depan umum, saya menduga, dia adalah lulusan sekolah kehidupan, didorong kebutuhan ekonomi. Saya berpikir, apa bisa, saya bertukar tempat dengannya? Ataukah bisakah saya melakukan presentasi sefasih dia, meski di tempat berbeda?
0 Comments:
Post a Comment
<< Home