Di Mana Tempat yang Aman?
BELAKANGAN ini, serentetan musibah melanda Tanah Air. Mulai dari tsunami Aceh & Nias --yang dipicu gempa bawah laut 8,9 SR-- hingga gempa 7,4 SR yang mengguncang Mentawai dan sebagian Sumatera.
Para ahli memperkirakan, maraknya gempa itu disebabkan pergeseran pada pertemuan lempeng Indo-Australia dan Euro-Asia di sepanjang pantai barat Sumatera. Bahkan ahli asing menyebut kawasan Nusantara berada di atas ring of fire. Artinya, "tak ada tempat yang aman" di negeri ini dari ancaman bencana alam.
Sering kita membaca di koran, banyak orang pesisir yang panik luar biasa, mencari tempat lebih tinggi atau bukit, begitu gempa mengguncang tempat mereka berpijak. Misalnya, baru-baru ini di Kota Padang, Nias, Simeulue, dan Banda Aceh pasca-tsunami.
Belum lagi warga di Jawa, yang juga takut terlanda tsunami. Di Cibadak Sukabumi, terpampang spanduk dengan tulisan menyolok, yang intinya memperingatkan bahaya tsunami yang mungkin melanda pantai Palabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi. Meski kemudian diralat dengan spanduk serupa, yang menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitian, tidak akan ada tsunami di pantai wisata teluk yang menghadap Samudera Hindia itu. Tapi, kota itu sudah terlanjur sepi dari pelancong, gara-gara isu tsunami itu.
Namun tak seorang ahli pun yang mampu meramalkan kapan persisnya terjadi gempa. Mereka baru bisa meramal tanda-tanda bakal munculnya tsunami pascagempa; jika laut surut dengan drastis secara tiba-tiba, dalam tempo beberapa menit akan diikuti gelombang dahsyat yang disebut tsunami. Warga diimbau segera lari ke tempat yang lebih tinggi. Apakah imbauan itu cukup menentramkan warga? Bagaimana kalau gempa bawah laut itu terjadi malam hari saat orang-orang terlelap? Apakah mereka bisa melihat laut surut tiba-tiba di kegelapan malam?
Semua itu masih jadi kekhawatiran masyarakat pantai Samudera Hindia di Sumatera hingga Jawa. Bahkan seorang kawan dari Surabaya sampai bertanya dengan nada penuh kekhawatiran, "kalo gitu, di mana tempat yang aman bagi kita?"
Tak seorang pun bisa menjamin, sebuah tempat itu betul-betul aman dari bencana alam. Tarolah orang yang tinggal di gunung yang jauh dari pantai. Dia bisa saja tertimpa longsoran bukit atau tersapu banjir bandang yang sering melanda sungai-sungai di pegunungan. Siapa sangka, di Leuwigajah Kabupaten Bandung --yang notabene perkotaan-- ratusan korban tewas tertimbun tumpukan sampah.
Barangkali, peribahasa "Kalau takut disapu gelombang, jangan berumah di tepi pantai" masih bisa dijadikan pegangan. Tapi, maut bisa mengintai kita di mana pun. Bahkan di atas tempat tidur sekali pun. Jadi di manakah tempat yang aman?
Semuanya kita pasrahkan kepada Sang Khalik, Allah SWT. Sudah siapkah kita?
Para ahli memperkirakan, maraknya gempa itu disebabkan pergeseran pada pertemuan lempeng Indo-Australia dan Euro-Asia di sepanjang pantai barat Sumatera. Bahkan ahli asing menyebut kawasan Nusantara berada di atas ring of fire. Artinya, "tak ada tempat yang aman" di negeri ini dari ancaman bencana alam.
Sering kita membaca di koran, banyak orang pesisir yang panik luar biasa, mencari tempat lebih tinggi atau bukit, begitu gempa mengguncang tempat mereka berpijak. Misalnya, baru-baru ini di Kota Padang, Nias, Simeulue, dan Banda Aceh pasca-tsunami.
Belum lagi warga di Jawa, yang juga takut terlanda tsunami. Di Cibadak Sukabumi, terpampang spanduk dengan tulisan menyolok, yang intinya memperingatkan bahaya tsunami yang mungkin melanda pantai Palabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi. Meski kemudian diralat dengan spanduk serupa, yang menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitian, tidak akan ada tsunami di pantai wisata teluk yang menghadap Samudera Hindia itu. Tapi, kota itu sudah terlanjur sepi dari pelancong, gara-gara isu tsunami itu.
Namun tak seorang ahli pun yang mampu meramalkan kapan persisnya terjadi gempa. Mereka baru bisa meramal tanda-tanda bakal munculnya tsunami pascagempa; jika laut surut dengan drastis secara tiba-tiba, dalam tempo beberapa menit akan diikuti gelombang dahsyat yang disebut tsunami. Warga diimbau segera lari ke tempat yang lebih tinggi. Apakah imbauan itu cukup menentramkan warga? Bagaimana kalau gempa bawah laut itu terjadi malam hari saat orang-orang terlelap? Apakah mereka bisa melihat laut surut tiba-tiba di kegelapan malam?
Semua itu masih jadi kekhawatiran masyarakat pantai Samudera Hindia di Sumatera hingga Jawa. Bahkan seorang kawan dari Surabaya sampai bertanya dengan nada penuh kekhawatiran, "kalo gitu, di mana tempat yang aman bagi kita?"
Tak seorang pun bisa menjamin, sebuah tempat itu betul-betul aman dari bencana alam. Tarolah orang yang tinggal di gunung yang jauh dari pantai. Dia bisa saja tertimpa longsoran bukit atau tersapu banjir bandang yang sering melanda sungai-sungai di pegunungan. Siapa sangka, di Leuwigajah Kabupaten Bandung --yang notabene perkotaan-- ratusan korban tewas tertimbun tumpukan sampah.
Barangkali, peribahasa "Kalau takut disapu gelombang, jangan berumah di tepi pantai" masih bisa dijadikan pegangan. Tapi, maut bisa mengintai kita di mana pun. Bahkan di atas tempat tidur sekali pun. Jadi di manakah tempat yang aman?
Semuanya kita pasrahkan kepada Sang Khalik, Allah SWT. Sudah siapkah kita?
0 Comments:
Post a Comment
<< Home