Super Volcano
Seorang pakar geologi dari Australia mengingatkan, Indonesia berpeluang besar terjadinya erupsi "super volcano", yang mengakibatkan gempa besar, sebagai kelanjutan dari gempa-gempa sebelumnya.
Prof. Ray Cas dari Monash University's School of Geosciences mengingatkan bahwa Indonesia berpeluang besar terjadi erupsi "super volcano" yang merupakan kelanjutan dari sejumlah bencana alam yang terjadi tiga bulan terakhir.
Menurutnya, "super volcano" terbesar di dunia pernah terjadi di danau Toba, Sumatera Utara, yang dipicu gempa bumi terbesar.
Cas pada beberapa media Australia, awal pekan lalu, mengatakan bahwa danau Toba terletak di sepanjang patahan pulau Sumatra.
Gempa-gempa tersebut terjadi di sepanjang patahan tersebut, yang letaknya tak jauh dari pesisir barat Sumatera, bisa menciptakan gempa, sehingga mempercepat terjadinya erupsi.
Danau Toba, menurutnya, pernah mengalami erupsi 73.000 tahun lalu. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu bencana terbesar di dunia, sehingga mengubah iklim dunia.
"Erupsi tersebut menyemburkan 1.000 kubik kilometer debu dan puing-puing batu ke atmosfir, dan sejumlah debu tersebut menutup sinar matahari, sehingga membawa dunia kembali ke zaman es," ujarnya.
Ilmuwan ini juga mengatakan bahwa "super volcano" berpotensi membahayakan kehidupan di dunia.
"Bahaya yang lebih besar mengancam adalah dampak dari tabrakan batu asteroid di udara."
"Sebuah 'super vocano' akan jelas-jelas berakibat erupsi," katanya. "Dapat terjadi dalam kurun waktu 50 atau 100 tahun, namun cepat atau lambat pasti akan terjadi," lanjutnya.
Super volcano sejenis ini juga terdapat di Italia, Amerika Selatan, Amerika Serikat dan Selandia Baru --yang memiliki Gunung Taupo, yang bisa erupsi kapan saja.
"Erupsi besar dapat terjadi setiap 2.000 tahun. Terakhir, erupsi terjadi sekitar 2.000 tahun yang lalu," tambah Cas.
Selain itu Cas juga mengalkulasikan bahwa erupsi "super volcano" dapat merenggut korban nyawa dari ratusan ribu hingga jutaan.
"Implikasinya akan adanya perubahan cuaca dan kelangsungan persediaan makanan," kata Cas.
"Permasalahnya adalah banyak dari gunung-gunung tersebut berpotensial untuk erupsi dan mungkin tidak termonitor sebagaimana seharusnya. Seharusnya kita belajar dari peristiwa tsunami akhir tahun lalu," katanya. [EL/Gatra.com]
Prof. Ray Cas dari Monash University's School of Geosciences mengingatkan bahwa Indonesia berpeluang besar terjadi erupsi "super volcano" yang merupakan kelanjutan dari sejumlah bencana alam yang terjadi tiga bulan terakhir.
Menurutnya, "super volcano" terbesar di dunia pernah terjadi di danau Toba, Sumatera Utara, yang dipicu gempa bumi terbesar.
Cas pada beberapa media Australia, awal pekan lalu, mengatakan bahwa danau Toba terletak di sepanjang patahan pulau Sumatra.
Gempa-gempa tersebut terjadi di sepanjang patahan tersebut, yang letaknya tak jauh dari pesisir barat Sumatera, bisa menciptakan gempa, sehingga mempercepat terjadinya erupsi.
Danau Toba, menurutnya, pernah mengalami erupsi 73.000 tahun lalu. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu bencana terbesar di dunia, sehingga mengubah iklim dunia.
"Erupsi tersebut menyemburkan 1.000 kubik kilometer debu dan puing-puing batu ke atmosfir, dan sejumlah debu tersebut menutup sinar matahari, sehingga membawa dunia kembali ke zaman es," ujarnya.
Ilmuwan ini juga mengatakan bahwa "super volcano" berpotensi membahayakan kehidupan di dunia.
"Bahaya yang lebih besar mengancam adalah dampak dari tabrakan batu asteroid di udara."
"Sebuah 'super vocano' akan jelas-jelas berakibat erupsi," katanya. "Dapat terjadi dalam kurun waktu 50 atau 100 tahun, namun cepat atau lambat pasti akan terjadi," lanjutnya.
Super volcano sejenis ini juga terdapat di Italia, Amerika Selatan, Amerika Serikat dan Selandia Baru --yang memiliki Gunung Taupo, yang bisa erupsi kapan saja.
"Erupsi besar dapat terjadi setiap 2.000 tahun. Terakhir, erupsi terjadi sekitar 2.000 tahun yang lalu," tambah Cas.
Selain itu Cas juga mengalkulasikan bahwa erupsi "super volcano" dapat merenggut korban nyawa dari ratusan ribu hingga jutaan.
"Implikasinya akan adanya perubahan cuaca dan kelangsungan persediaan makanan," kata Cas.
"Permasalahnya adalah banyak dari gunung-gunung tersebut berpotensial untuk erupsi dan mungkin tidak termonitor sebagaimana seharusnya. Seharusnya kita belajar dari peristiwa tsunami akhir tahun lalu," katanya. [EL/Gatra.com]
0 Comments:
Post a Comment
<< Home