Thursday, December 08, 2005

Arogansi Seorang Sopir


KEBAYANG nggak, saat Anda mengendarai motor, sedang menyalip mobil, tapi mobil yang disalip itu mendadak menambah kecepatan, sampai terus sejajar dengan kita, tanpa memberi kesempatan kita untuk lewat, lalu muncul bus di depan kita?

Itulah yang tadi pagi (7/12) kami alami!

Ya, kami --saya yang membonceng Fay-- (anak saya yang baru kelas 1 SD), nyaris bertubrukan dengan bus Miniartha, karena mobil yang saya salip tidak mau sedikit pun memberi jalan.

* * *

Kejadiannya di Jalan Raya Depok II (Sukmajaya), arah menuju Jalan Raya Bogor. Pagi itu, saya, yang seperti biasa membawa motor dengan wajar, malah cenderung santai karena membawa anak kecil, mengikuti mobil Suzuki Escudo tipe lama warna hijau tua.

Karena beberapa lama mobil itu berjalan kelewat lambat (tampak dari balik kaca, sopirnya sedang sibuk meraih sesuatu di arah kirinya, sepertinya sedang mengurusi radio/tape mobilnya), saya berinisiatif mendahuluinya.

Saat jalan di depan kosong, saya dengan kecepatan wajar mendahului mobil itu. Tapi apa yang terjadi? Secara tidak terduga, mobil itu mendadak menambah kecepatannya. Karena sudah tanggung hampir mendahuluinya, saya pun menambah kecepatannya sambil membunyikan klakson panik, meminta sopir mobil itu mengurangi kecepatannya.

Ternyata tidak ada ampun sodara-sodara. Sang sopir dengan mobilnya yang ber-CC 1.600 itu bermaksud adu tenaga dengan motorku yang hanya 100 CC itu. Saat kami dalam posisi sejajar, muncullah bus tanggung Miniarta yang mendahului angkot yang berhenti di depan kami.

Dalam keadaan kritis itu, mobil itu tanpa ada upaya menghindari kecelakaan (memperlambat laju kendaraan), terus melaju dengan tenaga penuh. Alhamdulillah, Allah masih melindungi kami. Refleks, saya mengerem sambil mengelak ke belakang mobil itu, lalu memperlambat laju motor.

"Astaghfirullah!" Hanya itu yang terucap di hati saya. Untungnya Fay tidak panik (karena memang dia cuek dengan keadaan). Yang terpikir, anak selamat. Biarlah mobil itu kabur dengan bebasnya.

Tapi ternyata, sekencang apa pun mobil kabur, pada akhirnya terjebak kemacetan juga. Sesampainya di pertigaan Jalan Raya Depok-Jalan Raya Bogor (Cimanggis), mobil itu pun melambat dan berhenti karena macet di depannya.

Begitu pas di samping sopir mobil itu, saya cukup kaget. Ternyata... pengemudi mobil itu seorang perempuan. Ya, tampaknya seorang ibu yang akan berangkat kerja. Saya pun mengetuk (baca: mengetuk, bukan menggedor) kaca samping mobil itu, sambil memperingatkan bahwa tindakannya tadi itu membahayakan nyawa orang lain.

Tapi reaksinya, dengan wajah kusut, si ibu tadi tampak balik marah. Aku pun mengancamnya dengan telunjuk persis ke mukanya (terhalang kaca), dan si ibu itu pun melengos. Saya pun berlalu.

Yang tidak habis pikir, apa si ibu tadi sadar bahwa tindakannya membahayakan orang lain? Tidakkah dia sadar tindakannya tidak memberi jalan pada kendaraan yang akan mendahuluinya itu bisa menyebabkan orang lain bertabrakan dengan kendaraan di depannya? Apalagi dia melihat, kami sedang berdua dengan anak kecil?

Pada akhirnya, siapa pun dia; pengendara motor, pengemudi mobil, atau pejalan kaki sekali pun, seharusnya mengutamakan keselamatan orang lain. Bukankah jalan raya dibikin bukan untuk arena saling membunuh seperti arena gladiator?

Foto: Suzuki Escudo. Mobil tipe seperti ini yang nyaris mencelakakan itu

0 Comments:

Post a Comment

<< Home