Friday, October 01, 2004

Sheila

Cover buku Sheila (www.mizan.com) Siapa yang tak trenyuh membaca kisah nyata seorang gadis 6 tahun, yang saat umur 4 tahun dibuang ibunya --didorong dari mobil ke pinggir jalan tol. Meski ber-IQ di atas 180, perilakunya agresif, sampai pernah membakar seorang anak lelaki 3 tahun sampai nyaris mati?

Gadis kecil --sebagaimana dikisahkan dalam buku Sheila: Luka Hati Seorang Gadis Kecil (terjemahan dari judul asli One Child) oleh Torey Hayden-- itu menderita masalah emosional parah; tak pernah menangis di kala sedih, marah maupun kesakitan. Selain agresif, dia juga selalu membangkang.

Selama menangani anak-anak asuhnya yang bermasalah (ada yang dua kali mencoba bunuh diri, ada yang agresif, menderita autisme, skizofernia dan fobia) Hayden sendiri mengaku harus "mengunci" emosinya dengan berbagai cara, sebab jika tidak, ia menjadi terlalu kecewa, terlalu kaget, terlalu kecil hati, sehingga tidak dapat bekerja secara efektif. Apalagi menghadapi Sheila, seorang gadis pembangkang yang dibesarkan ayahnya yang pemabuk dan tak dapat memberi pengasuhan yang layak, kesabarannya benar-benar diuji.

Torey Hayden, yang bernama asli Victoria L. Hayden, seorang psikolog pendidikan dan guru Sekolah Luar Biasa ini memang luar biasa. (Itu kisah tahun awal 1970-an yang dibukukan dan bukunya menjadi best seller. Sheila sendiri, menurut Hayden, kini berusia 40 tahun dan masih single, hidup tenang mengelola bisnis restorannya di sebuah kota di Amerika Serikat).

Saya sendiri sempat menyaksikan presentasi Torey Hayden sewaktu acara "One-Day Workshop with Torey Hayden, Author of the Best-Selling Book Sheila", Rainbow Class di auditorium Depdiknas Jakarta, 14 September lalu. Acara yang digelar penerbit Qanita Mizan, bekerja sama dengan Depdiknas dan Pertamina itu dihadiri para guru pendidikan luar biasa, terapis maupun orangtua anak "berkebutuhan khusus" yang datang dari seluruh pelosok Tanah Air. Saya kaget juga, kemarin dikirim sertifikat sebagai peserta workshop sehari itu, yang ditandatangani Torey Hayden sendiri dan Direktur Pendidikan Luar Biasa Depdiknas. Padahal saya datang ke sana paruh waktu sebagai peliput.

Perempuan yang kini berumur 56 tahun itu (memiliki seorang anak perempuan yang juga "berkebutuhan khusus"), tampak masih enerjik. Menurut Hayden, berdasarkan pengalamannya puluhan tahun membina anak-anak berkebutuhan khusus, kita janganlah mencap mereka bodoh (ingat, Sheila ber-IQ 180!), melainkan mereka tidak tahu. Kita tidak bisa hanya menyalahkannya. Tugas gurulah yang mengajarkan mereka untuk melakukan atau melihat "sesuatu". "How to behave is a complex idea," katanya. Dan jangan lupa, pesan Hayden, hormati anak sebagai individu, bukan sebagai kerumunan anak-anak, karena sangat penting memperhatikan harga diri si anak dalam belajar.

3 Comments:

Anonymous Anonymous said...

alo mas tian dan keluarga..gimana kabarnya? sb nya lagi down yah..jadi ninggalin pesan di sini saja ya :)..ttg prog baca cerita nabinya, itu saya lakukan pelan2 juga mas tian..sejauh semengertinya anak2 :)...salam buat mb fay dan mamanya di rumah yaa

*)Iin

7:26 PM  
Anonymous Anonymous said...

duh mas tian..jadi maluu. kami baru berusaha mas tian..krn ya seperti mas tian amati..pergaulan di sini menyeramkan :(..krnnya perlindungan yang utama ya hanya dari agama dan keluarga..it's hard to do it..but we have to face it :)..salam manis dari kami buat keluarga di rumah ya mas..

*)Iin

12:06 PM  
Blogger Hadi Kuncoro said...

ini buku emang bagus, apalagi ditambah rentengannya memoar seorang skizofrenia-nya kenny steel. sama-sama penerbitnya Q-mizan.
kemaren sayang nggak dapet door prize dari torey. sebelah mana boss duduknya ?

5:19 PM  

Post a Comment

<< Home