Pendidikan Memang Mahal
Presiden SBY waktu ke India sempat "tersengat" seorang mahasiswa kita di sana yang kritis menyoal masalah pendidikan di Indonesia. Meski SBY marah bukan karena isi pertanyaannya, melainkan karena tidak memperhatikan waktu SBY memberi penjelasan, tak ayal, bagaimana tertinggalnya dunia pendidikan Indonesia (dibanding India), jadi terangkat ke permukaan.
Tylla, nama mahasiswa S-2 hukum di Universitas New Delhi, India itu, mengungkap betapa mahalnya studi di negeri sendiri. Di India, katanya, ia cuma bayar US$ 600 (sekitar Rp 6 juta), all-in, termasuk admission fee dan tuition fee. Tinggal mikir biaya hidup (yang besarnya hampir sama dengan biaya hidup di Jakarta).
Duit US$ 600 itu pun sebenarnya sudah mahal, karena dipakai buat menyubsidi warga India asli. Mereka, kalau kuliah, hanya membayar 700 rupee setahun, atau sekitar Rp 40.000! (bandingkan dengan di Indonesia, biaya kuliah notariat semester pertama saja Rp 50 juta!).
Selain itu, katanya, karena pemerintah India menyubsidi harga kertas, harga buku-buku pun otomatis jadi sangat murah. Tylla mencontohkan, buku di India paling mahal (kalau dalam rupiah) cuma Rp 10.000 per buah. Sedangkan Kalau di Indonesia, ia bisa mengeluarkan sampai Rp 2,5 juta untuk beli buku saja.
* * *
Berdasarkan pengalaman, jangankah pendidikan tinggi, pendidikan dasar pun (SD Negeri) tempat anakku belajar masih memberatkan banyak orangtua murid. Mereka banyak yang menunggak iuran sekolah yang terbilang "murah" (Rp 10.000/bulan).
Setelah anakku pindah ke SD swasta, biaya pendidikannya makin mahal saja; Rp 200.000 sebulan. Ini belum termasuk uang makan siang (karena sekolahnya sampai lewat jam makan siang), transportasi (ojek --karena jaraknya jauh), plus guru bantu (khusus anakku yang berkebutuhan khusus). Duh beratnya membiayai pendidikan anak, terlebih anak berkebutuhan khusus.
Tylla, nama mahasiswa S-2 hukum di Universitas New Delhi, India itu, mengungkap betapa mahalnya studi di negeri sendiri. Di India, katanya, ia cuma bayar US$ 600 (sekitar Rp 6 juta), all-in, termasuk admission fee dan tuition fee. Tinggal mikir biaya hidup (yang besarnya hampir sama dengan biaya hidup di Jakarta).
Duit US$ 600 itu pun sebenarnya sudah mahal, karena dipakai buat menyubsidi warga India asli. Mereka, kalau kuliah, hanya membayar 700 rupee setahun, atau sekitar Rp 40.000! (bandingkan dengan di Indonesia, biaya kuliah notariat semester pertama saja Rp 50 juta!).
Selain itu, katanya, karena pemerintah India menyubsidi harga kertas, harga buku-buku pun otomatis jadi sangat murah. Tylla mencontohkan, buku di India paling mahal (kalau dalam rupiah) cuma Rp 10.000 per buah. Sedangkan Kalau di Indonesia, ia bisa mengeluarkan sampai Rp 2,5 juta untuk beli buku saja.
* * *
Berdasarkan pengalaman, jangankah pendidikan tinggi, pendidikan dasar pun (SD Negeri) tempat anakku belajar masih memberatkan banyak orangtua murid. Mereka banyak yang menunggak iuran sekolah yang terbilang "murah" (Rp 10.000/bulan).
Setelah anakku pindah ke SD swasta, biaya pendidikannya makin mahal saja; Rp 200.000 sebulan. Ini belum termasuk uang makan siang (karena sekolahnya sampai lewat jam makan siang), transportasi (ojek --karena jaraknya jauh), plus guru bantu (khusus anakku yang berkebutuhan khusus). Duh beratnya membiayai pendidikan anak, terlebih anak berkebutuhan khusus.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home